PAPER
Judul: Shalat.
Di susun oleh :
Nama : Dermas Takela
Nim : 3634.32
Tkt/smtr : I/II
Prodi : Theologi
Mata Kuliah : Theologi Agama-agama.
Dosen :
SEKOLAH TINGGI THEOLOGI “IKAT”
JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah berkesempatan dalam memberikan
limpahan kesehatan, rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul
“Shalat” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun dalam hal tugas Mata Kuliah Theologi Agama-agama. Atas
tersusunnya makalah ini, penulis ucapkan terimakasih kepada :
.Dosen pembimbing mata kuliah
Theoologi Agama-agama.
Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya
harap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi makalah
ini bisa lebih baik lagi. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dalam dalam hal ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Rempoa, 30 April 2015
Penulis
Dermas Takela
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR………………………………………………………………………… .i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………… ii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………….………………… 1
1.1. Latar Belakan………………………………………………………...……………………… 1
1.2. Tujuan……………...………………………………………………………………….…….. 1
BAB II. TINJAUANPUSTAKA……….……………………………………….……………… 2
2.1 Definisi Shalat………………..………………………………………………………………. 2
2.2 Hukum Shalat……………………………………………………………………..………….. 2
2.3 Rukun-rukun shalat…………………………………………………………………..…….… 3
2.4 Shalat berjamaah…………...………………………………….……………………..………. 9
2.5 Shalat dalam kondisi Khusus………………………………….…………….……………..…
9
2.6 Shalat dalam alquran………………………………………..………………………………. 10
2.7 Sejarah shalat pardu…………………………………,,,………….………………..………..
10
BAB III.KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………… 12
3.1. Kesimpulan………………………………………………………………………………… 12
3.2. Saran………………………………...………………………………………………...…… 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….……………………………. 13
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Shalat merupakan amal yang di hisap
paling pertama di alam kubur dan merupakan amal yang paling penting, sanggat
pentingnya shlat pada orang sakit pun harus melakukan shlat walupun dalam
keadaan apapun ataukah sedang sakit atau pun sedang sibuk. Pada saat seorang
sedang sakit seseorang harus shlat jika tidak bisa berdiri duduk dan jika tidak
bisa duduk berbaring jika masih tidak bisa berbaring cukup dengan menedipkan
mata. Betapa sangat pentingnya shalat dalam kehidupan di dunia dan di akhera.
Shalat juga sebagai tiang agama yang dimana untuk membuat karakter akhlak kita
untuk lebih baik lagi dan tidak mudah terjerumus dalam lubang muslihat ataupun
menuju jalan yang haram.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui tata cara shalat
yang benar
2. Menambah wawasan dalam tata cara
shalat
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Shalat
Salat (Bahasa Arab: صلاة;
transliterasi: Shalat), merujuk kepada ritual ibadah pemelukagama Islam.
Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata
cara Nabi Muhammad, sebagai figur pengejawantah perintah Allah.[1] Umat muslim
diperintahkan untuk mendirikan salat, karena menurut Surah Al-‘Ankabut dapat
mencegah perbuatan keji dan mungkar:
“
…dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). (Al-Ankabut:
45) ”
Secara bahasa salat berasal dari
bahasa Arab yang memiliki arti, doa. Sedangkan, menurut istilah, salat bermakna
serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai dengan takbiratul
ihram dan diakhiri dengansalam.
2.2 Hukum Shalat
Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad
SAW telah memberikan peringatan keras kepada orang yang suka meninggalkan salat
wajib, mereka akan dihukumi menjadi kafirdan mereka yang meninggalkan salat
maka pada hari kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang, seperti
Qarun,Fir’aun, Haman dan Ubay bin Khalaf.
Hukum salat dapat dikategorisasikan
sebagai berikut :
• Fardu, Salat fardhu ialah
salat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Salat Fardhu terbagi lagi menjadi
dua, yaitu :
• Fardu Ain: ialah kewajiban
yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak
boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti salat lima
waktu, dan salat Jumat (fardhu ‘ain untuk pria).
• Fardu Kifayah: ialah
kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung berkaitan dengan
dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang
mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita
wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan. Seperti salat
jenazah.
• Salat sunah (salat Nafilah)
adalah salat-salat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak
diwajibkan. Salat nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu
• Nafil Muakkad adalah salat
sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib),
seperti salat dua hari raya, salat sunah witir dan salat sunah thawaf.
• Nafil Ghairu Muakkad adalah
salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti salat sunah
Rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan,
seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).
2.3 Rukun-rukun Shalat
Salat mempunyai rukun-rukun yang apabila salah satunya ditinggalkan, maka batallah salat tersebut. Berikut ini penjelasannya secara terperinci tentang rukun-rukun salat.
Salat mempunyai rukun-rukun yang apabila salah satunya ditinggalkan, maka batallah salat tersebut. Berikut ini penjelasannya secara terperinci tentang rukun-rukun salat.
1. Berniat
Yaitu niat di hati untuk melaksanakan salat tertentu, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung niatnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Niat itu dilakukan bersamaan dengan melaksanakan takbiratul ihram dan mengangkat kedua tangan, namun, tidak mengapa kalau niat itu sedikit lebih dahulu dari keduanya.
Yaitu niat di hati untuk melaksanakan salat tertentu, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung niatnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Niat itu dilakukan bersamaan dengan melaksanakan takbiratul ihram dan mengangkat kedua tangan, namun, tidak mengapa kalau niat itu sedikit lebih dahulu dari keduanya.
2. Niat shalat.
Berangkat dari Hadits ini niat
diatas, niat shalat menjadi bahan diskusi diantara Ulama-ulama ahli fiqih.
Al-Imam Asy-Syafi’i menyimpulkan
bahwa semua amal, termasuk shalat, tiada sah tanpa dengan niat. Sementara yang
lain, seperti Al-Imam Malik, menyimpulkan bahwa semua amal tidak sempurna
(bukan tidak sah) tanpa dengan niat.
Bagi pengikut madzhab (pendapat)
Asy-Syafi’i, berangkat dari pendapat bahwa niat adalah rukun, dimana shalat
tidak sah tanpanya, maka ditulislah teks panduan niat dalam kitab-kitab madzhab
tersebut, dengan menyaratkan adanya Ta’yin (penentuan)
komplit dalam niat shalat, yaitu menentukan shalat “apa” dan berapa raka’atnya,
fardhu atau sunnah, melaksanakan kewajiban pada waktunya atau qadha’. Misalnya
untuk shalat zhuhur;
“Aku berniat shalat zhuhur
empat raka’at, menghadap qiblat, untuk melaksanakan kewajiban yang sekarang
(bukan qadha’), karena Allah ta’ala.”
Ke”komplit”an ini tidak lain adalah
merupakan kepedulian ulama fiqih terhadap penjelasan tentang niat. Bahkan untuk
itu mereka kemudian menyusun suatu kalimat untuk dilafalkan ketika berniat,
dengan maksud sebagai usaha untuk memandu hati pada niat tersebut.
Bagi orang yang tidak mengerti
maksud dan tujuannya, talaffuzh (melafalkan niat) ini dianggap
sebagai bid’ah yang dibuat-buat oleh madzhab Asy-Syafi’i.
Namun tidak sedikit pula dari
pengikut madzhab Asy-Syafi’i yang kemudian, ternyata, memang salah faham dengan
panduan niat ini, mereka menganggap bahwa niat itu adalah menghadirkan ungkapan
sebagaimana lafal niat tersebut dan mengejanya kalimat demi kalimat di dalam
hati. Dan karena definisi niat itu dalah..
قَصْدُ شَيْءٍ مُقْتَرِناً بِفِعْلِهِ
“Menyengaja sesuatu bersamaan
dengan melakukannya”
Maka proses penghadiran ungkapan
niat itu di lakukan pada awal takbiratul-ihram. Ironisnya, mereka
yang salah faham (dengan mengeja lafal niat didalam hati) itu kemudian salah
faham lagi dengan kalimat “muqtarinan bi-fi’lihi” (bersamaan
dengan perbuatannya) yang ada dalam konteks definisi niat itu. Mereka
menganggap bahwa proses pengungkapan niat harus rampung pada saat takbiratul-ihram,
sehingga mereka menyelesaikan bacaan takbir dalam waktu yang cukup lama, karena
menunggu selesainya pelafalan niat didalam hati, bahkan tidak sedikit dari
mereka yang kemudian sering was-was semasa takbir, merasa niatnya tidak sah
karena belum sempurna terlafalkan didalam hatinya, dan akibatnya banyak yang
sering menggagalkan takbir dan mengulanginya kembali dengan niat ala mereka.
Sungguh ini merupakan kesalahfahaman
yang ironis, karena selain hal ini dapat menyulitkan si peshalat, maka bagi
pengkeritik madzhab Asy-Syafi’i, hal ini akan dibuat sebagai alasan untuk
menyalahkan Ulama Asy-Syafi’iyah yang telah menyusun lafal niat.
Memang benar, niat itu harus rampung
pada saat takbir, artinya kesadaran dan kesengajaan untuk shalat itu harus
sudah hadir didalam hati sebelum takbir usai. Namun, sekali lagi, bukan
melafalkan niat pada saat takbir.
3. MembacaTakbiratulIhram
Yaitu dengan lafazh (ucapan): ” Allaahuakbar.”
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Kunci salat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu salat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan salat adalah salam.” (HR Abu Daud, At- Tirmidzi, dan lainnya: hadits shahih)
Berdiri (bagi yang sanggup ketika melaksanakan salat wajib)
Hal ini berdasarkan firman Allah saw,
“Peliharalah segala salat(mu) dan (peliharalah) salat wustha (Ashar). Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyu’.” (QS Al-Baqarah: 238)
Sabda Rasulullah saw kepada Imran bin Hushain, ” Salatlah kamu dengan berdiri; apabila tidak mampu, maka dengan duduk; dan jika tidak mampu juga, maka salatlah dengan berbaring ke samping.” (HR Al-Bukhari)
Membaca Surat Al- Fatihah Tiap Rakaat Salat Fardu dan Salat Sunah
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Tidak sah salat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah.” (HR.Bukhari)
Yaitu dengan lafazh (ucapan): ” Allaahuakbar.”
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Kunci salat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu salat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan salat adalah salam.” (HR Abu Daud, At- Tirmidzi, dan lainnya: hadits shahih)
Berdiri (bagi yang sanggup ketika melaksanakan salat wajib)
Hal ini berdasarkan firman Allah saw,
“Peliharalah segala salat(mu) dan (peliharalah) salat wustha (Ashar). Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyu’.” (QS Al-Baqarah: 238)
Sabda Rasulullah saw kepada Imran bin Hushain, ” Salatlah kamu dengan berdiri; apabila tidak mampu, maka dengan duduk; dan jika tidak mampu juga, maka salatlah dengan berbaring ke samping.” (HR Al-Bukhari)
Membaca Surat Al- Fatihah Tiap Rakaat Salat Fardu dan Salat Sunah
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Tidak sah salat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah.” (HR.Bukhari)
4. Ruku’
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Hai orang- orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al-Hajj: 77)
Juga berdasarkan sabda Nabi saw kepada seseorang yang tidak benar shalatnya:
” … kemudian ruku’lah kamu sampai kamu tuma’ninah dalam keadaan ruku’.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Hai orang- orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al-Hajj: 77)
Juga berdasarkan sabda Nabi saw kepada seseorang yang tidak benar shalatnya:
” … kemudian ruku’lah kamu sampai kamu tuma’ninah dalam keadaan ruku’.” (HR Bukhari dan Muslim)
5. Bangkit dari Ruku’
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw terhadap seseorang yang salah dalam salatnya:
” … kemudian bangkitlah (dari ruku’) sampai kamu tegak lurus berdiri.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw terhadap seseorang yang salah dalam salatnya:
” … kemudian bangkitlah (dari ruku’) sampai kamu tegak lurus berdiri.” (HR Bukhari dan Muslim)
6. I’tidal (berdiri setelah bangkit dari ruku’)
Hal ini berdasarkan hadits tersebut di atas tadi dan berdasarkan hadits lain yang berbunyi:
“Allah tidak akan melihat kepada salat seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” (HR Ahmad, dengan isnad shahih)
Hal ini berdasarkan hadits tersebut di atas tadi dan berdasarkan hadits lain yang berbunyi:
“Allah tidak akan melihat kepada salat seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” (HR Ahmad, dengan isnad shahih)
7. Sujud
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT yang telah disebutkan di atas tadi. Juga berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Kemudian sujudlah kamu sampai kamu tuma’ninah dalam sujud.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT yang telah disebutkan di atas tadi. Juga berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Kemudian sujudlah kamu sampai kamu tuma’ninah dalam sujud.” (HR Bukhari dan Muslim)
8.Bangkit dari Sujud
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw:
“Kemudian bangkitlah sehingga kamu duduk dengan tuma’ninah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw:
“Kemudian bangkitlah sehingga kamu duduk dengan tuma’ninah.” (HR Bukhari dan Muslim)
9.Duduk di antara Dua Sujud
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw:
“Allah tidak akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” (HR Ahmad, dengan isnad shahih)
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw:
“Allah tidak akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” (HR Ahmad, dengan isnad shahih)
10. Tuma’ninah Ketika Ruku’, Sujud, Berdiri, dan Duduk
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw kepada seseorang yang salah dalam melaksanakan shalatnya:
“Sampai kamu merasakan tuma’ninah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Tuma’ninah tersebut beliau tegaskan kepadanya pada saat ruku’, sujud, dan duduk, sedangkan i’tidal pada saat berdiri. Hakikat tuma’ninah itu ialah bahwa orang yang ruku’, sujud, duduk, atau berdiri itu berdiam sejenak, sekadar waktu yang cukup untuk membaca satu kali setelah semua anggota tubuhnya berdiam. Adapun selebihnya dari itu adalah sunah hukumnya.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw kepada seseorang yang salah dalam melaksanakan shalatnya:
“Sampai kamu merasakan tuma’ninah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Tuma’ninah tersebut beliau tegaskan kepadanya pada saat ruku’, sujud, dan duduk, sedangkan i’tidal pada saat berdiri. Hakikat tuma’ninah itu ialah bahwa orang yang ruku’, sujud, duduk, atau berdiri itu berdiam sejenak, sekadar waktu yang cukup untuk membaca satu kali setelah semua anggota tubuhnya berdiam. Adapun selebihnya dari itu adalah sunah hukumnya.
11. Membaca Tasyahud Akhir Serta Duduk
Adapun tasyahhud akhir itu, maka berdasarkan perkataan Ibnu Mas’ud ra yang bunyinya:
“Dahulu kami membaca di dalam salat sebelum diwajibkan membaca tasyahhud adalah, ‘Kesejahteraan atas Allah, kesejahteraan atas malaikat Jibril dan Mikail.’
Maka bersabdalah Rasulullah saw, “Janganlah kamu membaca itu, karena sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia itu sendiri adalah Maha Sejahtera, tetapi hendaklah kamu membaca:
“Segala penghormatan, salawat dan kalimat yang baik bagi Allah. Semoga kesejahteraan, rahmat dan berkah Allah dianugerahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga kesejahteraan dianugerahkan kepada kita dan hamba-hamba yang salih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulNya.” (HR An-Nasai, Ad- Daruquthni dan Al- Baihaqi, dengan sanad shahih)
“Apabila salah seorang di antara kamu duduk (tasyah- hud), hendaklah dia mengucapkan: ‘Segala penghormatan, salawat dan kalimat- kalimat yang baik bagi Allah’.” (HR Abu Daud, An- Nasai dan yang lainnya, hadits ini shahih dan diriwayatkan pula dalam dalam ” Shahih Bukhari dan Shahih Muslim”)
Adapun duduk untuk tasyahud itu termasuk rukun juga karena tasyahhud akhir itu termasuk rukun.
Adapun tasyahhud akhir itu, maka berdasarkan perkataan Ibnu Mas’ud ra yang bunyinya:
“Dahulu kami membaca di dalam salat sebelum diwajibkan membaca tasyahhud adalah, ‘Kesejahteraan atas Allah, kesejahteraan atas malaikat Jibril dan Mikail.’
Maka bersabdalah Rasulullah saw, “Janganlah kamu membaca itu, karena sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia itu sendiri adalah Maha Sejahtera, tetapi hendaklah kamu membaca:
“Segala penghormatan, salawat dan kalimat yang baik bagi Allah. Semoga kesejahteraan, rahmat dan berkah Allah dianugerahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga kesejahteraan dianugerahkan kepada kita dan hamba-hamba yang salih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulNya.” (HR An-Nasai, Ad- Daruquthni dan Al- Baihaqi, dengan sanad shahih)
“Apabila salah seorang di antara kamu duduk (tasyah- hud), hendaklah dia mengucapkan: ‘Segala penghormatan, salawat dan kalimat- kalimat yang baik bagi Allah’.” (HR Abu Daud, An- Nasai dan yang lainnya, hadits ini shahih dan diriwayatkan pula dalam dalam ” Shahih Bukhari dan Shahih Muslim”)
Adapun duduk untuk tasyahud itu termasuk rukun juga karena tasyahhud akhir itu termasuk rukun.
12. Membaca Salam
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Pembuka salat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu salat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah salam.” (HR Abu Daud, At- Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih)
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Pembuka salat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu salat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah salam.” (HR Abu Daud, At- Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih)
13. Melakukan Rukun- Rukun Salat Secara Berurutan
Oleh karena itu, janganlah seseorang membaca surat Al- Fatihah sebelum takbiratul ihram dan janganlah ia sujud sebelum ruku’. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Salatlah kalian sebagaimana kalian melihatku salat.” (HR Bukhari)
Maka apabila seseorang menyalahi urutan rukun salat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah saw, seperti mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya, maka batallah salatnya.
Oleh karena itu, janganlah seseorang membaca surat Al- Fatihah sebelum takbiratul ihram dan janganlah ia sujud sebelum ruku’. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Salatlah kalian sebagaimana kalian melihatku salat.” (HR Bukhari)
Maka apabila seseorang menyalahi urutan rukun salat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah saw, seperti mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya, maka batallah salatnya.
2.4 Shalat Berjamah
Salat tertentu dianjurkan untuk
dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Pada salat berjamaah seseorang yang dianggap
paling kompeten akan ditunjuk sebagai Imam Salat, dan yang lain akan berlaku
sebagai Makmum.
Salat yang dapat dilakukan secara
berjamaah antara lain :
• Salat Fardu • Salat
Tarawih
Salat yang mesti dilakukan berjamaah
antara lain:
• Salat Jumat • Salat Hari Raya (Ied) • Salat Istisqa’
2.5 Salat dalam kondisi khusus
Dalam situasi dan kondisi tertentu
kewajiban melakukan salat diberi keringanan tertentu. Misalkan saat seseorang
sakit dan saat berada dalam perjalanan (safar).
Bila seseorang dalam kondisi sakit
hingga tidak bisa berdiri maka ia dibolehkan melakukan salat dengan posisi
duduk, sedangkan bila ia tidak mampu untuk duduk maka ia diperbolehkan salat
dengan berbaring, bila dengan berbaring ia tidak mampu melakukan gerakan
tertentu ia dapat melakukannya dengan isyarat.
Sedangkan bila seseorang sedang
dalam perjalanan, ia diperkenankan menggabungkan (jama’) atau meringkas
(qashar) salatnya. Menjamak salat berarti menggabungkan dua salat pada satu
waktu yakni zuhur dengan asar atau maghrib dengan isya. Mengqasar salat berarti
meringkas salat yang tadinya 4 rakaat (zuhur, asar, isya) menjadi 2 rakaat.
2.6 Shalat dalam Al quran
• Katakanlah kepada
hamba-hamba-Ku yang telah beriman: Hendaklah mereka mendirikan salat,
menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi
ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak
ada jual beli dan persahabatan (QS.Ibrahim :31)14:31
• Sesungguhnya salat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji (zinah) dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat
lain) Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (al-‘Ankabut : 45) 29:45
• Maka datanglah sesudah
mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan
hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (Maryam: 59)19:59
• Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali
orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya
(al-Ma’arij : 19-23)70:19
2.7 Sejarah Salat Fardu
Salat yang mula-mula diwajibkan bagi
Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya adalah Salat Malam, yaitu sejak
diturunkannya Surat al-Muzzammil (73) ayat 1-19. Setelah beberapa lama
kemudian, turunlah ayat berikutnya, yaitu ayat 20:
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui
bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau
seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang.
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas
waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa
yang mudah (bagimu) dari Alquran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu
orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan
Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman
yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan turunnya ayat ini, hukum
Salat Malam menjadi sunah. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan
ulama salaf lainnya berkata mengenai ayat 20 ini, “Sesungguhnya ayat ini
menghapus kewajiban Salat Malam yang mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar:
“
…dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). (Al-Ankabut:
45) ”
Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad SAW telah memberikan
peringatan keras kepada orang yang suka meninggalkan salat wajib, mereka akan
dihukumi menjadi kafirdan mereka yang meninggalkan salat maka pada hari kiamat
akan disandingkan bersama dengan orang-orang, seperti Qarun,Fir’aun, Haman dan
Ubay bin Khalaf.
Dan rukun shalat pun sangat penting dalam melakukan ibadah
shalat maka dari itu kita harus benar dalam rukunnya tersebut.
3.2 Saran
Jangan lah meninggalkan shlat dalam keadaan apapun kecuali
sedang nifas untuk perempuan. Jika meninggalkan shalat maka hari kiamat akan
disandingkan bersama dengan orang-orang, seperti Qarun,Fir’aun, Haman dan Ubay
bin Khalaf

Tidak ada komentar:
Posting Komentar