RINGKASAN

DISUSUN
OLEH :
NAMA : DERMAS TAKELA
NIM : 363432
PRODI : THEOLOGI
MATA KULIAH :
SGA/I
DOSEN : DR. ABDON AMTIRAN, M.Th
JUDUL BUKU :
MISIONARIS LOKAL
PENGARANG :
K.M.L. TOBING
PENERBIT BUKU : YAYASAN KOMUNIKASI BINA KASIH/OMF
SEKOLAH TINGGI THEOLOGI “IKAT”
JAKARTA
2015
1.
Anak Raja yang Terbuang
Lembah
silindung, 1863.
Usia menuju nasib anak raja yang
baru saja lahir, sang batu diam bermennung. Dengan peerasaan tegang raja
memperhatikan datu. Ratu sangat mengharapkan roh-roh nenek moyang berkenan pada
anak ketiga dari istrinya yang pertama ini. Jantung raja berdenyut cepat
melihat datu lama bermenung. Nampak jelas datu tidak berani mengatakan apa yang
ia lihat, dan tidak tahu harus berbuat apa. Karena itu raja mendesak datu
bicara.
Mohon diampuni sang datu gementar, wajahnya
pucat. Kiranya raja tidak marah atas laporan saya. roh-roh nenek moyang dan
dewa-dewa dari penjuru jagat menyatakan, apa bila anak ini terus hidup, raja
akan tersingkir. karena pikiran mereka anak ini akan runtuhkan kerajaan, sendi-sendi adat. dan ia akan membawa rakyat
kepada ajaran-ajaran sesat. Oleh karena itu, demi keslamatan raja, demi adat
dan demi kebersamaan yang menjadi sendi-sendi kerajaan, anak ini harus
disingkirkan, dibuang atau dilemparkan ke dalam sungai situmandi.
2.
Masa Pembinaan.
Nomensen
cukup dekat dengan pemuda Kleopas sebagai guru dan murid, sebagai orang tua dan
anak, sebagai Pembina dan yang dibina, bahkan sebagai sahabat dengan sahabat.
Pendeta
Nomensen mengajar murid-muridnya tentang Firman Allah, pengetahuan dasar
tentang kesehatan, kebersihan, merawat orang sakit, meramu obat, pertukangan
dan pertanian. Caranya mengajar serba praktis. Bila ia mengajarkan teori cara
merawat orang sakit, maka ia sendiri dengan semua muridnya akan bersama-sama
merwat orang sakit. Bila tentang pertanian, ia sendiri dan mereka bersama-sama
turun ke sawah, bersama-sama mengeringkan rawa-rawa, mengolahnya, dan mengatur
pengairannya. Demikian juga dengan ihwal pertukangan. Bila mereka berkurang alat,
maka ia mengajar mereka membuat sendiri alat-alat itu, sebab tidak dapat dibeli
kecuali di Padang atau di Medan, kota-kota pada zaman itu teramat jauh dari
lembah silindung.
3.
Difitnah
Tanggal
12 september 1883, guru-guru baru tamatan seminari Depok itu telah tiba di
silindung. Sambutan terhadap mereka sangat meriah. Di antara penyambutan nampak
sahabat mereka, Petrus. Pendeta Nomensen adalah orang yang paling gembira
menyambut kehadiran mereka.
Pendeta
Nomensen segera mengadakan rapat. Salah satu keputusan itu ialah penempatan
guru-guru baru tersebut, sebagaipembantu bagi pendeta-pendeta misionaris
beberapa wilayah Tapanuli. Tapi Kleopas langsung diangkat sebagai guru injil penuh
untuk wilayah simorangkir pada tanggal 22 November 1883.
Begitu
Kleopas terjun di lapangan, begitu pula ia mendapat tahu kesukaran-kesukaran yang
harus ia hadapi. Sejak tahun 1879 bagian terbesar penduduk wilayah simorangkir
telah sangat terpengaruh oleh sibasir, seorang tokoh yang cukup terkenal
didaerah itu. Sibasir menjanjika kepada
penduduk suatu masa jaya yang pasti akan datang. Dan ia mengumumkan bahwa ia
mepunyai air tawar ajaib, ia tersebut air tawar pengabang-abang
pangumbung-umbung. Air tawar ajaib itu menurut pernyataan sibasir dan penduduk mempercayai
itu mampu menghidupkan kembali orang yang telah mati dan menyegarkan yang
busuk. Begitu percayanya penduduk, sehingga dan kendati untuk dapat
memperolehnya orang harus bersumpah. Harus bersumpah tantpa syarat menerima dan
menganut ajaran sibasir yang terang-terangan sanagat bertentangan dengan
Alkita.
4.
Misionaris Lokal
Daerah pelayanan misi di Tapanuli
sangat terbatas Kompeni belanda melarang keras semua misionaris asing untuk
memasuki daerah-daerah yang belum dibawah kekuasaannya. Dan tokoh yang terkemuka
di daerah-daerah terlarang itu raja siisingamangaraja juga memusuhi setiap
orang barat, karena menganggap setiap orang barat adalah penjajah dan musuh.
Keadaan itu sangat memusingkat Nomensen yang telah dinobatkan menjadi pemimpin
gereja batak, dengan sebutan Ephorus dan berkantor pusat di pearaja.
Tanggal
10 Ffebruari 1885, Kleopas dan gadis petronella Pohan –simanjuntak, diberkati
oleh Ephorus Nommensen. Delapan hari kemudian penggantian baru itu telah
dilepas untuk melayani di toba. Keduanya menempuh semua perjalanan dengan jalan
kaki, sampai meereka tiba di Lumban BagasanToba dan disebut oleh Ompu tinggi.
5. Kesal
dan Malu
Empat sudah Kleopas melayani di
lapangan sebagai guru injil dan sekaligus
sebagai guru biasa. Pengalaman tahun itu, memberinya pengenalan dan pengertian
akan kebesaran dan campur tangan Tuhan yang begitu nyata.
Dalam mengikuti sekolah pendeta di
Pansur Napitu, belajar pendeta dan pengalaman. Menjelang akhir masa belajar 2
tahun sekolah pendeta itu, beberapa utusan dari Pansur Napitu mereka meminta
Kleopas untuk melayani di daerah mereka, karena hal penempatan adalah urusan
pusat, maka Kleopas mengajurkan mereka supaya membicarakan dengan ephorus
Nommensen . dan ephorus Nommensen mengerti permintaan mereka itu.
Dan rencana mereka untuk
mendirikan gereja di tempat mereka untuk mereka bisa beribadah. Oleh sebab itu,
gereja tersebut didirikan maka tiap hari minggu mereka beribadah. Dan tiba-tiba
ada perselisihan antara mereka dengan kampung seblah. Akhirnya kedua pihak
tersebut mereka damai dan mereka menyerahkan cincin dan pedang mereka kepada
Kleopas untuk meneruskan kepada nommensen.
Para tua-tua mengerti kesalahan
Kleopas dan mereka juga merasa malu tidak berdoa dan bertrima kasih kecuali
hanya meneriakkan “horas” tiga kali. Mendengar itu mereka makin jelas mengerti
kesalahan Kleopas. Karena lupa berdoa dan berterima kasih. Mereka sendiri juga
bertambah kesal dan malu.
6. Ditepungtawari
Kabar bahwa Kleopas berhasil
gemilang membujuk dan meyakinkan penduduk kampung pengaribuan dan pintu Bosi
berdamai tersiar kemana-mana. Dan mereka mikir Kleopas ini punyu ilmu gaib dan
kuasa jauh melebihi pangulubalang yang mereka sembah. sewaktu Kleopas bersedih
demikian, dua kampung yang lain bertetangga, yakni kampungparsambilan dan
janjimaria, bangkit dalam perrang. Masyarakat kedua kampung itu belum menerima
Kristus, kendaki para pemuka mereka sudah pernah bertemu dan mendengar berita
keslamatan dari Kleopas maupun dari Nommensen.
Rakyat Parsambilan panic, serta
ketakutan, dan merasa sangat terhina. Namun demikian mereka tidak mau bertindak
kelap. Para pemukanya rapat dan rapat,
mencoba menyusun siasat perang. Tapi saat mereka tenggelam dalam rapat-rapat
seperti itu, penduduk kampung tetangga terdekat mengirim utusan untuk memberi
tahu perang itu kepada Ephorus Nommensen.
Ephorus sangat gembira. Dia
meminta mereka untuk bersama-sama berdoa,lalu mereka makan. Pada bulan-bulan
berikutnya Kleopas sering mengunjungi kampung itu, mengadakan katekasasi dan
pertemuann-pertemuan doa, dan mereka menjadi pengujung kebaktian minggu yang
setia.
7. Bersyukur.
Para penderita mula-mula ragu
menerima mereka. Tapi setelah Kleopas menerangkan maksud mereka datang, dan
setelah para penderita menyaksiakan sikap ketiganya, para penderita itu
berdatangan satu-satu dan membiarkan dirinya diperiksa, diobati, dan dihibur.
Mereka berjuan dan sangat gembira,
karena Ephorus juga memperjuangkannya. Pada akhirnya para pemuka masyakat pun
mendukung dan menyediakan sebidang tanah… dan berdirilah penampungan dan
perawatan khusus untuk menderita kusta. Penumpangan itu disebut Hutasalem, dan
orang-orang mulai mengindahkan penderita kusta sebagai sesamanya. Pendeta
Kleopas gembira. Ia bertama kasih dan bersyukur karena Tuhan mau menjamah para
penderita kusta itu.
8. Berdoa
Berulang-ulang
Entah ke daerah mana pun Pendeta
Kleopas ditempatkan, disitu ia selalu berhasil menciptakan persekutuan dalam
kekerabatan dan mengadakan pembangunan, seperti membangun gedung gereja
misalnya. Dan di antara beberapa pembangunan gedung gereja itu, disertai atau
disusuli pula dengan pembangunan gedung sekolah. Tetapi kadang-kadang ia di tempatkan dia suatu daerah karena daerah
itu sedang bergolak, atau karena kehidupan agama Kristen diasan merosot.
Batu-batu sandungan dalam
pelayanan beritata injil keslamatan macam-macam bentuknya. Demikian juga dalam
pengadaan sarana penunjangnya. Kadang-kadang berupa kekurangan dana, kekurangan
tenaga bahkan berupa kesalahan sikap sang pelayanan maupun sang misionari.
Dimana dia ditempatkan, ia selalu berhasil dalam segala hal apapun, karena dia
mangawali segala sesuatu dengan doa yang berulang-ulang.
9. Berdoa
dan Bernyanyi
Sikap pendeta misionaris itu
disyukuri oleh pendeta Kleopas. Ia gembira dan tambah gembira pula karena
putranya yang ke dua, Friedeerick, pada Februari 1908 tamat dan menjjadi guru
di Pangaribuan. Kegembiraan itu disusuli oleh kegembiraan, karena pada tanggal
20 April 1909, Patronella melahirkan seorang anak laki-laki. Bayi itu diberi
nama Lebanus dan dialah putra kesembilan bagi Kleopas dan Patronella.
Dengan bekeerjanya Frederick
sebagai guru, berarti ia telah mandiri tidak lagi menjadi tanggungan orang
tuanya. Hal itu meringankan beban ekonomi pendeta Kleopas, dan bertambah ringan
pula karena pada tanggal 03 oktober 1910, Lucius tamat dan menjadi guru di
Pearaja.
10. Mengenag
dan Bersyukur
Kendati kekuatan, peenduduk
mengikuti Pendeta Kleopas dan semua anggota orkesnya ke kaki bukit pinapan.
Tetapi mereka tidak berani mendekati mulut gua, di mana sekarang telah berdiri
hati-hati pendeta Kleopas dan pemain orkes. Setelah semua mereka mendapat
tempat berpijak yang kukuh di tanah berlendir licin itu, Pendeta Kleopas
memimpin mereka membawakan lagu “haleluya” . Serta-merta bahana tambur dan
lengkingan terompet serta serulinng gemilang jaya memenuhi bukit pinpan.
kleopas pada usia bayi, ditenung
pasti akan menjadi penyesat dan membawa bencana. kini pada usia tuanya, ia
adalah pendeta purna. puluhan tahun ia oleh dan dalam bimbingan serta kasih
Tuhannya, berupaya menolong orang-orang untuk keluar dari kesesatan.
semuanya itu berkesan dihati
mesyarakatnya, yang datang berbondong-bondong dalam haru sewaktu mengebumikan
jenajahnya pada tangga 7 oktober 1938.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar